Curriculum Vitae Yadi Nurhayadi

September 8, 2022

Senja Yang Indah

Mei 6, 2015

sunset1

Jalan ini sudah cukup panjang kulalui

Banyak hal kutemui sepanjang jalannya

Aku menikmati setiap halnya

Bagaimanapun harus kuterima

Sebagai kekayaan yang telah diberi-Nya

 

Bagaimanapun..?

Ya.., karena banyak hal yang masih belum kupahami

Aku masih harus terus berjuang

Menyikapi yang belum aku paham

Dengan perjuangan terbaikku

 

Perjuangan itu sering kukhawatiri

Karena aku adalah manusia yang serba terbatas

Aku hanya bisa memohon ampun

Atau meminta maaf

Atas keterbatasan itu

 

Permohonan ampun kepada-Nya

Dan permintaan maaf kepada sesama

Adalah sungguh-sungguh dari dasar hatiku

Dengan tak lepas aku meminta

Dia terus dan selalu menuntunku

 

Apa yang akan kuhadapi

Sepanjang jalan ini ke depan

Masih membutuhkan keringat yang banyak

Yang keluar dari usahaku melangkah

Memilih jalan yang terbaik

 

Hanya kepada-Nya aku menyerahkan diriku

Ada dalam kuasa-Nya

Semoga Dia bermurah hati

Menganugerahiku senja yang indah

Di ujung jalan ini

 

Aamiin Ya Rabb..

 

Yadi Nurhayadi

5 Mei 2015

Ini Negara Demokrasi, Bung..!

Juni 16, 2014

Indonesia adalah negara demokrasi. Kenyataan ini sudah tidak terbantahkan karena konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, memang menetapkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Arti kata “demokrasi” itu sendiri adalah “kekuasaan rakyat.” Dalam hal ini, kata “demokrasi” berasal dari kata Yunani “demos” yang berarti rakyat, dan “kratos” yang berarti kekuasaan.

Sebenarnya arti kata demokrasi jika dibandingkan dengan kenyataan praktek demokrasi tidak konsisten sejak awal. Pada awal dikenalnya, yaitu di abad 5 SM di Yunani, demokrasi yang berarti kekuasaan rakyat diterapkan sebagai lawan dari aristokrasi yang berarti kekuasaan elit. Akan tetapi, pada kenyataannya di Athena klasik kala itu, partisipasi politik hanya berlaku bagi pria elit, tidak berlaku bagi wanita dan budak. Dengan demikian, di kala itu telah terjadi inkonsistensi penerapan demokrasi, yaitu masih ada ketidaksetaraan pada sesama rakyat yang menimpa wanita dan budak. Di luar itu, adalah hal yang kontradiktif jika penerapan demokrasi diiringi oleh masih berlakunya perbudakan.

Inkonsistensi penerapan demokrasi sejak di awal dikenalnya bukan berarti justifikasi untuk seterusnya tidak konsisten. Konsistensi demokrasi setidaknya haruslah mengacu pada konstitusi. Ada beberapa acuan pelaksanaan demokrasi sesuai konstitusi. Pada tulisan ini akan dibahas di antaranya yang dipertimbangkan penting.

Pertama, kedaulatan di tangan rakyat bukan di tangan segelintir orang. Kondisi kedaulatan di tangan rakyat ini diperkuat oleh pemerintahan yang berbentuk republik. Akan tetapi kondisi ini juga dikontrol oleh penerapan Indonesia sebagai negara hukum. Kedaulatan di tangan rakyat juga seiring dengan tujuan negara yang tercantum pada pembukaan konstitusi, yaitu bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kedaulatan di tangan rakyat dipertegas pula oleh bentuk perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, serta kendali negara pada cabang produksi penting dan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kenyataan kehidupan bernegara yang menyiratkan bahwa kedaulatan atau kekuasaan hanya di tangan segelintir orang adalah penyimpangan dari demokrasi. Kondisi ini terkesan selalu berulang sesuai dengan partai politik yang memenangkan pemilihan umum atau partai politik yang kadernya memegang kekuasaan. Penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang dengan mengutamakan lingkup partai politiknya adalah inkonsistensi demokrasi.

Kedua, pimpinan pemerintahan nasional dan daerah, anggota dewan perwakilan rakyat (DPR), anggota dewan perwakinan daerah (DPD), serta anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dipilih melalui pemilihan umum (pemilu) yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Setiap pemegang kewarganegaraan Indonesia sejak lahirnya dan memenuhi semua syaratnya, dari suku dan agama manapun yang diakui di Indonesia, berhak menjadi pimpinan pemerintahan, anggota DPR (melalui partai politik), anggota DPD, atau anggota DPRD (melalui partai politik). Tidak ada pembatasan bahwa menjadi pimpinan pemerintahan, atau anggota DPR, DPD, atau DPRD, harus dari suku atau agama tertentu.

Sebagai konsekuensi penerapan demokrasi, maka kampanye hitam yang mengangkat sentimen perbedaan suku atau agama pada pemilu adalah penyimpangan dari demokrasi. Di alam demokrasi, partai politik peserta pemilu dengan landasan ideologi agama atau nasionalis, masing-masing berkedudukan sama. Akan tetapi, kebebasan berdemokrasi di Indonesia tetap tidak memperkenankan paham ateisme, karena negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketiga, semua warga negara Indonesia bersamaan kedudukannya di bawah hukum, berhak atas pendidikan, pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta diakui hak asasi manusia-nya. Ketidakadilan hukum yang didasari oleh harkat, derajat, pangkat, dan kekayaan adalah bentuk inkonsistensi demokrasi. Demikian pula, ketidaksamaan kesempatan atas pendidikan, pekerjaan, dan penghidupan yang layak adalah inkonsistensi demokrasi. Sedangkan pengakuan atas hak asasi manusia di antaranya akan meliputi hak hidup, hak tidak disiksa, hak merdeka pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak tidak diperbudak, serta hak berbudaya. Diakuinya hak asasi manusia khususnya hak untuk hidup, bukan berarti di negara demokrasi tidak boleh ada hukuman mati. Jika hak hidup itu menghilangkan hak hidup dari manusia-manusia yang lain, maka hak hidup yang membahayakan hak hidup banyak manusia lain itu haruslah diakhiri demi keadilan semua manusia.

Keempat, setiap warga negara Indonesia diberi kemerdekaan dalam berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran secara lisan atau tertulis, dsb. Akan tetapi, kemerdekaan ini harus tetap bertanggung jawab dan ada di dalam koridor hukum. Dengan demikian, sepanjang tidak melanggar hukum, berbagai pergerakan, perkumpulan, dan pembicaraan haruslah mendapat jaminan kemerdekaan. Di negara demokrasi, tidak diperkenankan upaya pembubaran suatu pergerakan, perkumpulan, atau pembicaraan yang semata-mata hanya didasari oleh sentimen agama, suku, atau ras, kecuali jika melanggar ketertiban umum atau hukum.

Kelima, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam hal ini, demokrasi tetap dibatasi dengan tidak diperkenankannya paham tidak bertuhan atau ateisme, karena negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, perilaku yang tidak punya landasan untuk boleh dilakukan sesuai nilai-nilai agama seharusnya terlarang. Misalnya, gaya hidup pergaulan bebas, perzinahan, homoseksual, lokalisasi prostitusi, dsb, yang oleh nilai-nilai agama dilarang, seharusnya juga terlarang untuk dilakukan di Indonesia.

Demikianlah. Konsisten di dalam demokrasi akan membawa berbagai konsekuensi yang menghapuskan berbagai hambatan karena minoritas dalam suku, agama, ras, atau golongan. Maka dalam hal berpolitik pun semua suku, agama, ras, atau golongan itu punya hak yang sama untuk berpolitik. Bermain cantiklah dalam bingkai demokrasi untuk kemajuan bersama sesuai konstitusi. Jika masih ada yang menghambat, katakan saja, “Hei, ini negara demokrasi, Bung..!”

Koperasi, Kendali Negara, dan Kemakmuran Rakyat adalah Jawaban Konstitusional Ekonomi Indonesia

Juni 10, 2014

grassroot01

Perekonomian dan sistem ekonomi yang tengah berjalan dominan dalam lingkup nasional Indonesia dewasa ini belum konstitusional. Kenyataan ini tidak dapat ditutupi, seiring dengan ikut sertanya negara ini di dalam arus globalisasi yang mengusung keberlakukan pasar bebas. Sistem pasar bebas yang berpaham kapitalisme justru terus diperjuangkan untuk berlaku secara nasional, regional, maupun internasional, melalui penandatanganan berbagai kerjasama ekonomi. Misalnya, kerjasama bilateral Indonesia dan negara lain; kerjasama regional di dalam ASEAN, APEC, atau G-20; serta kerjasama internasional di dalam IMF, World Bank, atau GATT.

Tidak konstitusionalnya perekonomian dan sistem ekonomi ini dapat ditengarai pula berdasar fakta ketidakberpihakan pembangunan kepada daerah tertinggal dan pelosok, terkonsentrasinya sentra usaha dan industri di kota-kota besar, serta kurang kerasnya usaha pengelolaan sumber daya manusia yang merata. Fakta-fakta ini secara eksplisit tidak sesuai dengan konstitusi bahkan dari mulai rumusan pembukaan konstitusi itu sendiri. Tiga dari empat tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yaitu: melindungai segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa, secara sadar atau tidak sadar telah dilanggar.

Jika mengacu kepada pasal 33 UUD 1945, semakin nampak bahwa pembangunan, khususnya di sektor ekonomi, masih belum sesuai dengan konstitusi. Pada ayat satu ditegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ayat ini dengan jelas menegaskan bahwa perekonomian itu disusun secara sadar, bukan dibiarkan bergerak sendiri sesuai selera pasar bebas. Ada kendali negara yang selalu mengarahkan agar perekonomian mengacu kepada usaha bersama (cooperatives) berdasar atas asas kekeluargaan. Usaha bersama adalah penerapan dari mutualisme, yaitu kehendak untuk senantiasa mengutamakan semangat bekerjasama, bergotong royong, berserikat, tidak sendiri-sendiri. Sedangkan asas kekeluargaan (brotherhood atau ke-ukhuwwah-an) menyatakan adanya tanggung jawab bersama yang menjamin kepentingan bersama, kemajuan bersama, dan kemakmuran bersama, mengutamakan kerukunan dan solidaritas. Atas dasar uraian ayat satu pasal 33 UUD 1945 ini, jelas bahwa lembaga yang konstitusional menjalankan perekonomian di Indonesia berbentuk koperasi.

Ayat dua dan ayat tiga pasal 33 UUD 1945 masing-masing menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; serta bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kata kunci dari ayat dua adalah “kendali negara” sedangkan kata kunci dari ayat tiga adalah “kemakmuran rakyat.” Kembali, kenyataan yang ada, belumlah melaksanakan amanat konstitusi itu.

Cabang-cabang produksi yang penting, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di negara Indonesia kini lebih dikuasai oleh segelintir orang melalui privatisasi atau BUMN tak berkeadilan atau bahkan oleh negara lain. Privatisasi dan penggalangan intensif investasi asing adalah bentuk kapitalisme. Apalagi hasilnya hanya menguntungkan beberapa gelintir orang dan pejabat bahkan negara lain, bukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Maka tidaklah heran, ada wilayah yang demikian kaya akan hasil alam, lalu hasil alamnya dikeruk besar-besaran oleh bangsa asing, sementara penduduk aslinya ternyata masih terbiasa belum berpakaian lengkap dan masih terbiasa berperang antar suku. Kondisi ini sangatlah memprihatinkan.

Ketidaksesuaian dalam kehidupan bernegara Indonesia antara praktek perekonomian serta sistem ekonominya yang dominan dengan konstitusi yang dianut haruslah diakhiri. Di antara upaya yang logis untuk menegakkan konstitusi pada sektor ekonomi adalah melalui pemberdayaan lembaga koperasi seintensif mungkin, pemerataan pembangunan dan pendapatan, serta menghilangkan kesenjangan ekonomi lewat kendali negara untuk kemakmuran rakyat. Upaya melalui langkah-langkah ini sebenarnya mudah sekali dicerna dari konstitusi. Jika masih belum terlaksana, nampak bahwa yang berwenang mengatur negara ini memang belum mempunyai keinginan kuat untuk konsisten melaksanakan konstitusi. Kira-kira mengapakah demikian?

Setidaknya ada tiga jawaban yang mengemuka. Pertama, konstitusi NKRI, khususnya pasal 33 tidak realistis dalam mengarahkan perekonomian dan sistem ekonomi Indonesia. Kedua, yang berwenang mengatur negara ini mempunyai keinginan untuk melaksanakan amanat konstitusi, tetapi tidak berdaya menghadapi tekanan dari dalam dan luar negeri yang sudah terlanjur didominasi oleh sistem ekonomi kapitalis. Ketiga, yang berwenang mengatur negara ini memang berkarakter kapitalis, menganggap wajar bahwa pasar bebas tidak boleh dikekang oleh negara.

Jika jawaban pertama benar, artinya para pendiri bangsa yang menyusun konstitusi seluruhnya tidak berpikir realistis. Tentu saja, ini adalah hal yang tidak mungkin. Kita tidak meragukan kualitas tokoh-tokoh seperti Bung Karno, Bung Hatta, Muhammad Yamin, Sutan Syahrir, Soepomo, dsb, sebagai tokoh-tokoh nasional yang memahami ketatanegaraan yang berkualitas. Maka, tinggal jawaban kedua dan ketiga yang mungkin menjadi penyebab ketidaksesuaian antara perekonomian dan sistem ekonomi di Indonesia dengan konstitusi. Lalu bagaimana menyelesaikan masalah ini?

Pertama, pilihlah pemimpin bangsa dan negara yang kuat, jujur, berkarakter mulia, cerdas, yang jelas berpihak dan berkemauan keras mewujudkan konstitusi. Pemimpin seperti ini akan sanggup berdiri tegak bersahaja menghadapi dominansi pengaruh sistem ekonomi kapitalis. Ia dengan kuat, jujur, dan cerdas mengarahkan perekonomian nasional menjadi perekonomian usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan sesuai karakter koperasi (cooperatives). Ia menjadi pemuka pengendali negara yang adil atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara. Ia jujur memetakan seluruh kekayaan sumber daya alam Indonesia dan memanfaatkannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kedua, pemimpin negara harus mempunyai tim kerja komprehensif bersemangat kerakyatan yang sama, yang juga berkarakter mulia, di mana setiap anggota tim sanggup mengarahkan masyarakat untuk berbudaya baik demi kemakmuran bersama. Pemimpin harus sanggup mengarahkan tim kerjanya melupakan ego pribadi, untuk sungguh-sungguh bekerja serta bertanggung jawab kepada Tuhan dan seluruh rakyat.

Ketiga, seluruh rakyat Indonesia harus mendukung konstitusi, mengawal konsistensinya, dan mau merubah diri untuk berbudaya yang lebih baik. Rakyat yang berbudaya baik adalah yang selalu mau merubah diri untuk kebaikan. Rakyat yang berbudaya baik adalah yang menghargai bangsa dan negaranya, yang menghargai produksi bangsa dan negaranya sendiri.

Terlaksananya konstitusi UUD 1945 adalah amanat bagi terbentuknya negara ini. Dengan demikian, tidak boleh ada keraguan lagi untuk melaksanakan konstitusi. Maka sudah jelas bahwa koperasi, kendali negara, dan kemakmuran rakyat adalah jawaban konstitusional ekonomi Indonesia.

Setelah Empat Puluh Tahun..

Mei 6, 2014

Family
Tanggal 5 Mei 2014 kemarin usiaku akhirnya mencapai empat puluh tahun. Usia yang dulu selalu terpikir sebagai usia yang mulai tua. Apalagi rasanya masa kanak-kanak, masa remaja, atau masa berkuliah sarjana, seperti baru kemarin kualami. Rasanya, selalu ada sesuatu yang seakan hilang, tinggal kenangan. Dan nyatanya, memang yang dulu masih ada, kini satu per satu menjadi tiada.

Setelah empat puluh tahun ini, sesuai tuntunan Tuhanku, aku sudah layak mengucap untaian doa di dalam al-Ahqaf: 15, “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” Untaian doa yang memang relevan bagi manusia berumur empat puluh tahun dengan pencapaiannya. Apa pun pencapaiannya.

Apa pun pencapaiannya? Ya.., dari mulai orang yang memang secara nyata diberi kenikmatan dengan kebercukupan sebagai orang baik, sampai orang yang secara nyata pula justru diberi kesulitan dalam kemelaratan sebagai orang jahat, saat usia empat puluh tahun sepatutnya membaca dengan penuh harap dan sadar untaian doa itu. Mengapa..?

Ya.., karena isi doanya kan minta petunjuk Tuhan untuk dapat syukur nikmat, minta agar dapat berbuat amal saleh yang diridhai-Nya, minta kebaikan bagi diri dan anak cucu, lalu bertekad bertaubat dan berserah diri. Apa yang salah dari permintaan-permintaan itu? Jika mau jujur, orang jahat pun tentu ingin masuk syurga. Dan syurga itu hanya bagi orang-orang yang memang diridhai Tuhan. Maka orang jahat, bagaimanapun, patut mengucap untaian doa itu. Boleh jadi itu akan menjadi taubatnya. Apa merasa tidak pantas? Yang terserah.., silakan jika memang memilih neraka sebagai tujuan akhirnya.

Kembali kepadaku, maka aku pun mengucap untaian doa itu dalam pencapaianku kini. Aku yang masih merasa sebagai outsourcer dan freelancer sederhana ini; aku yang selalu berusaha jujur mencari hanya yang halal, tidak mau menzalimi, tidak pernah mau memberi suap atau membayar pungli; aku yang masih sering terzalimi oleh kuatnya nepotisme, terzalimi oleh keserakahan dan sikut sana sini; aku yang mungkin terzalimi karena dikucilkan akibat kekritisanku.

Dan aku tetap bertekad selalu mengucap untaian doa itu, karena hanya kepada Tuhan aku mengabdi. Aku bersyukur karena selalu yakin akan kasih sayang Allah Rab al-‘Alamin, Tuhanku, Tuhan semesta alam. Nyatanya memang selalu ada bahagia. Betapa aku masih selalu dan terus senantiasa dilimpahi-Nya kesadaran untuk bertahan mengabdi hanya pada-Nya. Betapa Ia senantiasa melimpahiku dengan ilmu dan kemampuan untuk berusaha. Betapa Ia masih memberiku banyak sahabat dan memberiku kesempatan banyak memberi ilmu kepada sesama. Dan betapa Ia masih memberiku orang-orang yang sayang padaku.

Mungkin pencapaianku tidak ada seberapanya dibanding anda atau orang lain, apalagi dibanding pencapaian Rasul Muhammad saw yang di usia empat puluhnya diangkat sebagai nabi dan rasul Allah. Akan tetapi, aku tetap berbangga untuk selalu berusaha menjadi hamba Allah yang baik yang diridhai-Nya. Anda pun juga harus berbangga jika demikian. Jadi aku akui, pencapaianku kini adalah berusaha menjadi hamba Allah yang baik yang diridhai-Nya.

Ada pesan khususku di usia empat puluh tahun ini kepada para pejabat, “Wahai pejabat (walau pejabat itu ustadz sekalipun), berhati-hatilah, apakah anda masih merasa layak menikmati berbagai kenikmatan menjadi hidup berkecukupan dari uang rakyat, yang rakyatnya masih terzalimi oleh ulah aparat kaki tangan anda yang tidak pernah berhenti memungut pungli, tidak pernah berhenti me-markup demi ingin cepat kaya, tidak pernah berhenti memanfaatkan fasilitas negara utk kepentingan pribadi atau keluarga, dsb, sementara anda biarkan rakyat tetap dalam atmosfer suap menyuap itu. Awas, jangan buat negara ini menjadi ajang bagi-bagi kapling segelintir orang atau pihak asing; jangan buat negara ini kacau berhukum rimba. Selalu arahkan dengan pasti agar negara ini secara merata akan mewujudkan kemakmuran rakyat.

Putri Kami Kembali Berkarya dan Langkah-langkah Sederhana Kami

Desember 17, 2013

Setelah sukses menjadi salah satu Novel Best Seller Kecil-kecil Punya Karya (KKPK), dalam “The Junior Painter,” novel putri kami -Hiradini Rahmah- kembali diterbitkan oleh Dar Mizan, yaitu novel KKPK “Peternakan Kakek.”

Ha..? Apakah itu?
KKPK HIra Ke-2
Ya, sebuah novel yang judulnya sangat sederhana, akan tetapi kami sendiri kembali takjub dengan imajinasi putri kami yang kini berusia 10 tahun itu. Di dalam novel ini, ia mampu melukiskan suasana hatinya tentang persahabatan, keakraban dalam kekerabatan, keindahan alam, keanekaragaman flora dan fauna, keterampilan beternak berbagai jenis hewan, kasih sayang terhadap hewan peliharaan, serta merangkainya dalam balutan keyakinan bahwa semua ini ciptaan Tuhan.
KKPK Hira 2
Jadi, kembali kami mengajak untuk melengkapi koleksi novel putra putri anda dengan novel putri kami ini. Anda pun patut tetap menyimak dan menunggu dengan penuh harap novel-novel putri kami yang berikutnya. Karena memang akan segera terbit.

Kami juga tetap melangkah dalam kesederhanaan. Dalam langkah-langkah ini kami persembahkan juga karya kami berupa buku ilmiah tentang kesehatan, “Khazanah Ilmu Kesehatan: Menumbuhkan Kecintaan dan Kepedulian akan Kesehatan,” yang diterbitkan oleh Penerbit In Media.
buku khazanah
Buku ilmiah kesehatan karya Dr. Yadi Nurhayadi, M. Si.; Siti Maryam, M. Kep., Ns. Sp. Kep. Kom.; dan dr. Tita Yunari Aryani ini mengurai kesehatan manusia mulai dari sel hingga keseluruhan tubuh, mengurai penyakit yang mengancam kesehatan, mengurai pola hidup sehat, serta mengurai semua sarana prasarana kelengkapan kesehatan. Buku ilmiah kesehatan ini adalah karya kebersamaan kami: suami (Yadi Nurhayadi), istri (Siti Maryam), dan adik (Tita Yunari).
cover blkg buku khazanah
Tunggu apa lagi, lengkapilah koleksi buku-buku anda dengan novel dan buku ilmiah kami. Anda dapat menemukannya novel dan buku kami di seluruh cabang toko buku Gramedia, Gunung Agung, TM Book Store, serta toko-toko buku lain. Selamat berburu, membeli, dan membacanya.

Analisis Kuantitatif Pasar Saham Islam

April 3, 2013

Saham Syariah_Yadi Nurhayadi

Pasar Modal Syariah: Landasan Hukum dan Kritik Atas Kinerjanya

April 3, 2013

Pasar Modal Syariah_Yadi Nurhayadi

Komparasi Konsep Pertumbuhan Ekonomi Antara Sistem Ekonomi Konvensional Dan Sistem Ekonomi Islam

Maret 19, 2013

Konsep Pertumbuhan_Yadi Nurhayadi

Menuju Ekonomi Islam Ideal Mandiri, Sebuah Cita-Cita

Maret 19, 2013

Menuju Ekonomi Islam Ideal Mandiri_Yadi Nurhayadi